Second Account, Ruang Aman atau Tempat Oversharing?

 
(Fenomena Second Account pada anak muda. Freepik.com)

Ditulis Oleh: Shalsabhilla Putri

Jakarta, Vertex.id - Di era serba digital, banyak anak muda merasa satu akun Instagram saja tidak cukup. Kalau akun utama biasanya penuh dengan foto-foto estetik, story keren, dan citra diri yang sudah dipilih, maka akun kedua alias second account justru jadi kebalikannya. Isinya random, penuh curhatan jam 2 pagi, foto blur, meme receh, hingga hal-hal yang dianggap “nggak pantas” masuk ke akun utama.

Nah, di second account anak muda, aturan itu langsung hilang. Mau upload selfie belekan? Gas. Mau curhat skripsi, gebetan, atau kerjaan? Silakan. Followers juga biasanya cuma orang-orang terdekat, jadi lebih lega buat ngomong apa aja.

Bisa dibilang, akun privasi IG ini kayak kamar pribadi di dunia digital lebih intim, lebih bebas, dan nggak terlalu takut di-judge.

Fenomena second account ini bukan hal baru. Di luar negeri, istilahnya dikenal sebagai finsta (fake Instagram). Tapi di Indonesia, ia populer dengan sebutan “second acc” atau “akun cadangan”. Awalnya, akun ini dipakai untuk iseng atau privasi. Namun, belakangan jadi semacam ruang ekspresi alternatif yang dipakai banyak anak muda.

Pertanyaannya, second account ini beneran jadi ruang aman buat bebas berekspresi, atau justru bikin kita kebablasan oversharing di Instagram?

Antara Ruang Bebas dan Ruang Aman

Masalahnya, batas antara ruang aman dan oversharing sering kali tipis. Karena merasa akun cadangan bersifat privat, banyak pengguna second acc IG justru terlalu berani menumpahkan semua hal. Drama percintaan, konflik keluarga, kekecewaan soal pertemanan, bahkan cerita-cerita yang sangat sensitif kerap dibagikan seolah-olah hanya untuk lingkaran kecil. Padahal, rasa aman itu sering kali semu.

Walaupun followers sudah dibatasi, tetap ada risiko yang tidak bisa dihindari. Satu tangkapan layar saja bisa berpindah tangan, menyebar dari satu grup chat ke grup lainnya, lalu keluar dari lingkaran privat yang awalnya terasa aman. Apa yang semula dianggap curhat jujur bisa berubah menjadi bahan gosip, bahkan bisa menimbulkan masalah baru yang lebih rumit dari masalah aslinya.

Fenomena inilah yang membuat second account sering disebut pedang bermata dua. Di satu sisi, ia memberi ruang aman untuk berekspresi lebih bebas. Tapi di sisi lain, ia bisa menjadi jebakan yang menyeret penggunanya ke lingkaran oversharing di Instagram, yang dampaknya sulit dikendalikan.

Ketergantungan Digital

Psikolog melihat fenomena second account anak muda ini sebagai bentuk coping mechanism atau cara bertahan hidup di era digital. Second acc memberi ruang ekspresi dan validasi sosial. Tapi jika digunakan berlebihan, oversharing bisa berbalik melukai pemiliknya sendiri.

Lega yang muncul sering hanya sementara. Setelah itu, muncul kecemasan baru bagaimana kalau isi akun bocor? Lama-lama, pengguna bisa terjebak dalam siklus posting, merasa lega sebentar, lalu mengulanginya lagi. Akun cadangan Instagram memang terasa seperti tempat curhat aman, tapi jika tidak hati-hati, ia justru bisa menjerumuskan pada ketergantungan terhadap validasi digital.

Pada akhirnya, second account Instagram bukan soal punya dua wajah, melainkan bagaimana seseorang mengatur batas antara privasi dan ekspresi diri. Ruang aman memang penting, tapi jangan sampai kebablasan. Dunia digital selalu meninggalkan jejak. Bebas berekspresi tentu boleh, tapi lebih bijak jika kebebasan itu tidak berbalik menyakiti kita sendiri.

Vertex.Id

Halo! Selamat datang di Vertex.id, blog berita yang dikelola oleh Shalsabhilla Putri, mahasiswa semester 5 Prodi Jurnalistik di Politeknik Negeri Jakarta. Di sini kamu bisa dapatkan informasi terbaru yang akurat dan terpercaya. Vertex.id hadir untuk berbagi berita seputar News, Feature, Opini, Sport, Finance, Politics, Lifestyle, Vertex Foto, hingga Art&Culture dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami. Stay tuned untuk update seru dari vertex.id!

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama