Fenomena Outfit Kalcer: Gaya Lokal Naik Daun

(Ilustrasi Mahasiswa dengan berbagai macam outfit yang digunakan. Foto://Instagram @Smile_Drey)

Ditulis Oleh : Shalsabhilla Putri 

Jakarta, Vertex.id — Semakin maraknya tren fashion di sosial media kini gaya berpakaian mahasiswa bukan sekadar soal rapi atau nyaman. Ada fenomena baru yang semakin terlihat “outfit kalcer”. Istilah ini merujuk pada gaya berpakaian yang dipengaruhi kultur nongkrong mahasiswa perpaduan streetwear, thrift shop, hingga fashion lokal yang diangkat jadi identitas.

Outfit kalcer bukan sekadar “baju kuliah,” tapi jadi cara mahasiswa menampilkan diri, membangun solidaritas, bahkan menunjukkan kelas sosial. Fenomena ini menarik untuk dibongkar, karena fashion kampus ternyata lebih kompleks dari sekadar celana panjang dan kemeja.

(Ilustrasi Mahasiswa dengan outfit yang nyentrik. Pinterest/bono9038)

Akar Dari Segalanya

Outfit kalcer lahir dari dua dunia yang bertemu di tengah-tengah gaya hidup mahasiswa yaitu thrift shop dan streetwear. Dari thrift, mahasiswa menemukan cara tampil beda tanpa harus menguras dompet. Baju-baju secondhand dengan potongan unik, motif retro, hingga jaket vintage sering dianggap lebih authentic dibanding pakaian baru yang massal. Ada kepuasan tersendiri saat berhasil menemukan “hidden gem” di tumpukan baju bekas.

Di sisi lain, streetwear hadir sebagai simbol status sekaligus bahasa gaul anak muda. Brand lokal maupun internasional yang menonjolkan desain simpel tapi bold dari hoodie oversized, graphic tee, hingga celana kargo menjadi bagian dari gaya hidup urban. Streetwear tidak hanya soal pakaian, tetapi juga kultur musik hip-hop, skate, dan komunitas nongkrong yang melekat erat dengannya.

Ketika dua dunia ini berpadu, lahirlah tampilan khas yang sekarang begitu identik dengan mahasiswa seperti hoodie longgar dipasangkan dengan celana kargo, sneakers lokal yang mulai naik pamor, hingga totebag kain penuh patch komunitas atau stiker band indie. Semua detail kecil ini membentuk bahasa visual tersendiri cara mahasiswa menyampaikan siapa mereka, apa yang mereka dengarkan, bahkan circle mana yang mereka ikuti. Fashion kemudian menjadi lebih dari sekadar outfit kuliah, ia berubah menjadi identitas berjalan.

(Ilustrasi Mahasiswa dengan outfit casual. Pinterest/kinasih asta)

Media Komunikasi yang Unik

Bagi mahasiswa, outfit kalcer tidak berhenti pada urusan estetika semata. Ia juga berfungsi sebagai kode sosial yang hanya bisa dibaca oleh mereka yang paham bahasanya. Dari cara seseorang memilih sepatu, tas, hingga potongan celana, bisa terselip identitas dan afiliasi tertentu.

Seorang mahasiswa dengan kaos band indie dan totebag lusuh mungkin langsung terbaca sebagai bagian dari komunitas musik kampus. Sementara mereka yang mengenakan jaket denim penuh pin dan patch seni seringkali diasosiasikan dengan lingkaran kreatif atau komunitas seni rupa. Bahkan gaya sederhana dengan hoodie polos dan sneakers hypebeast pun bisa jadi tanda bahwa ia bagian dari kultur nongkrong warung kopi modern, lengkap dengan obrolan tentang startup dan isu sosial.

Dengan kata lain, outfit kalcer adalah medium komunikasi nonverbal. Mahasiswa saling membaca “pesan” dari pakaian layaknya membaca teks tanpa perlu kata-kata. Sepasang sepatu Compass, misalnya, tidak lagi sekadar alas kaki, melainkan simbol dukungan terhadap brand lokal sekaligus representasi semangat anti-mainstream. Sementara totebag dengan ilustrasi nyentrik atau slogan unik sering terbaca sebagai ekspresi jiwa kreatif, artsy, atau bahkan sikap kritis terhadap isu sosial.

Outfit kemudian bekerja seperti bahasa simbolik setiap detail memberi petunjuk tentang siapa pemakainya, apa yang ia sukai, hingga circle mana yang ia huni. Maka, ketika mahasiswa melangkah ke kampus dengan gaya kalcernya, ia seakan sedang membawa papan nama tak kasat mata yang berkata, “ini gue, inilah dunia gue.”


(Ilustrasi Mahasiswa dengan outfit kalcer. Pinterest/kyha asaga)


Anak Muda yang Ekspresif 

Fenomena outfit kalcer di kampus membuktikan bahwa fashion mahasiswa kini sudah jauh melampaui kesan sederhana. Ia bukan hanya persoalan pakaian yang nyaman dipakai ke kelas, melainkan sebuah kombinasi yang kompleks mulai dari gaya personal, identitas sosial, kebanggaan terhadap produk lokal, hingga panggung performatif untuk menunjukkan siapa diri mereka.

Kalcer menjelma jadi ruang ekspresi yang cair antara tren dan budaya. Sebagian orang mungkin melihatnya sekadar gaya populer sesaat, tapi bagi banyak mahasiswa, ia lebih dalam dari itu. Ada semacam nilai kebersamaan, sense of belonging, yang tercipta ketika mereka berbagi kode outfit yang sama.

Di titik inilah fashion kampus berubah menjadi bahasa sosial. Setiap potongan baju, sepatu, hingga tas yang mereka bawa seolah menyuarakan pesan tertentu: “ini gue, ini circle gue, ini kultur yang gue hidupi.” Dengan outfit, mahasiswa bisa menegaskan keunikan dirinya sekaligus menautkan diri pada sebuah komunitas yang lebih besar.

Outfit kalcer akhirnya menjadi cermin: cermin dari bagaimana generasi muda memaknai identitas, membangun solidaritas, dan merayakan kebanggaan lokal lewat cara yang kasual tapi penuh arti. Dan mungkin, di balik hoodie oversized atau sneakers lokal itu, ada pernyataan sederhana tapi kuat, bahwa gaya bisa jadi budaya, dan budaya selalu hidup lewat generasi muda.

Vertex.Id

Halo! Selamat datang di Vertex.id, blog berita yang dikelola oleh Shalsabhilla Putri, mahasiswa semester 5 Prodi Jurnalistik di Politeknik Negeri Jakarta. Di sini kamu bisa dapatkan informasi terbaru yang akurat dan terpercaya. Vertex.id hadir untuk berbagi berita seputar News, Feature, Opini, Sport, Finance, Politics, Lifestyle, Vertex Foto, hingga Art&Culture dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami. Stay tuned untuk update seru dari vertex.id!

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama